MASYARAKAT
MADANI DALAM ISLAM
A. PENGERTIAN
Masyarakat madani adalah masyarakat utama, adil dan makmur yang
diridhai Allah SWT atau dalam Al-Quran disebut Thayyibatun Warabbun Ghafur.
Bentuknya sebagaimana dinyatakan Allah SWT dalam surat Al-Imran 104
:
”Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Dalam muqaddimah Muhammadiyah dinyatakan bahwa
masyarakat utama adalah masyarakat yang bahagia dan sentosa sebagaimana yang
tersebut di atas itu. Tiap-tiap orang terutama umat Islam yang percaya kepada
Allah dan Hari Kemudian wajiblah mengikuti jejak sekalian nabi yang suci itu. Beribadah kepada Allah dan berusaha
segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia
ini, dengan niat yang murni, tulus dan ikhlas karena Allah semata dan hanya
mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya
serta mempunyai tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya.
Di dalam masyarakat utama setiap anggota masyarakat
menunaikan kewajiban mengamalkan peerintah-perintah ALLAH dan mengikuti sunnah
rasul-Nya Nabi Muhammad SAW guna
mendapatkan karunia dan ridho-Nya di dunia dan akhirat. Dan untuk mencapai
masyarakat yang sentosa dan bahagia disertai nikmat dan rahmat ALLAH yang
melimpah sehingga merupakan Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur.
Dalam masyarakat madani senantiasa berkembang situasi
kebersamaan atau togetherness situation dimana pergaulan banyak orang akan
mampu merubah perilaku individu, apakah dari buruk kepada baik atau sebaliknya.
Oleh sebab itulah maka da’wah atau pembinaan individu dan masyarakat harus dilakukan secara
simultan. Apabila Ernest Renan mengatakan bahwa suatu bangsa itu sesungguhnya
merupakan satu jiwa dengan satu prinsip rohaniah, maka suatu masyarakat pun
demikian juga.
I.
Konsep Masyarakat Madani
Allah menciptakan alam semesta dan segala rangkaian
kejadian di dalamnya bukan tanpa maksud tertentu tetapi semua itu sudah
diciptakan dengan Qodrat dan IdoratNya serta hikmah yang tinggi.Allah pun
menciptakan manusia dengan tujuan yang jelas yaitu untuk hidup di dunia
sementara waktu guna mengabdi kepada Allah.Berbuat kebaikan terhadap sesamanya,
melestarikan dan memakmurkan bumi yang dihuni, kemudian meneruskan perjalanan
hidupnya ke akhirat untuk dinilai dan dibalas perbuatannya selama hidup di
dunia.Dan untuk menjalankan hidup semacam itu manusia memerlukan
petunjuk.Petunjuknya adalah agama / amanah Allah. Seperti yang difirmankan
dalam surat Al-Ahzaab ayat 72 :
“Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia.Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat
bodoh.”
Amanah artinya kepercayaan.Allah memberi kepercayaan
manusia untuk memakmurkan bumi dan kesejahteraan serta menegakkan kebesaran dan
keutamaan agar seluruh manusia dapat hidup dengan aman dan berbakti kepada
Allah. Agar manusia dapat menjalankan amanah itu sebaik-baiknya maka Allah
memberikan petunjuk yaitu agama yang merupakan amanah
II.
Ciri Masyarakat Madani
Salah satu ciri rukun Iman dalam Islam meneguhkan kesaksian bahwa
Rasulullah adalah utusan Allah.Beliau meninggalkan warisan sejarah kepemimpinan
yang biarpun relative pendek tetapi telah dengan bijaksana berhasil merumuskan
kaidah-kaidah dasar bagi terwujudnya masyarakat utama.Pada tahun-tahun pertama
kurun Madinah dari masa kerasulannya, dengan memperhatikan keragaman masyarakat
yang dihadapi di pemukiman baru itu, Beliau meletakkan dasar-dasar peradaban
Islam.Prinsip-prinsip dasar bagi bangunan sebuah masyarakat utama itu
dituangkan dalam sebuah piagam yang oleh ahli sejaarah politik Islam disebut
Piagam Madinah.Walaupun dokumen itu ditulis lebih dari 13 abad yang lalu tetapi
hikmah yang terkandung di dalamnya masih relevan hingga sekarang.Khususnya saat
kita hendak merumuskan patokan dasar pembentukan masyarakat utama di Indonesia
yang menjamin kesatuan bangsa dan tidak bertentangan dengan akidah Islam.
Aspek pertama, yang digaris bawahi oleh Rasulullah dalam Piagam Madinah itu ialah
pentingnya persatuan umat Islam dalam kehidupan berdampingan dengan kelompok
masyarakat lain. Kaum muslimin adalah masyarakat yang bersatu utuh, mereka
hidup berdampingan dengan kelompok-kelompok masyarakat lain. Antara kaum Muhajirin yang berasal dari warga
Quraisy dan Ansor yang merupakan kelompok pengikut Nabi dari warga asli
Yastrib, ditegaskan doktrin persatuannya. Mereka mengesampingkan kepentingan
kelompoknya tatkala harus menegakkan peradaban hidup berdampingan secara damai
dengan kelompok lain dalam masyarakat plural Madinah saat itu. Komunitas Islam
harus diperlakukan sebagai satu kesatuan dan tidak dilihat dalam suku,
keturunan, asal, dan pengelompokan lainnya.
Aspek Kedua, adalah pentingnya gotong royong dan amanah secara internal diantara
sesama anggota kelompok dalam kehidupan kemasyarakatan. Amalan gotong royong
dan amanah ini hendaknya didasarkan dan berpegang teguh pada akidah.Apabila
dalam masyarakat umat Islam menghadapi kewajiban dalam rangka kehidupan bersama
maka kewajiban itu pertama-tama hendaknya menjadi beban bersama diantara sesame
umat Islam.
Aspek ketiga, adalah partisipasi dan solidaritas diantara tiap-tiap anggota
masyarakat lepas darimana ia berasal, suku, agama dimana ia mengidentifikasikan
dirinya. Mereka bahu membahu dalam menegakkan bangunan peradaban baru di
Madinah, yaitu bangunan masyarakat utama yang hendak dijaga bersama itu.
Aspek keempat, adalah persamaan hak dan kewajiban serta perlindungan hukum bagi
anggota masyarakat utama. “Seorang muslim dalam pergaulannya dengan pihak lain
adalah pelindung bagi muslim lain”. Aspek ini berkaitan erat dengan pentingnya
penciptaan perdamaian yang ditegakkan berlandaskan asas persamaan dan keadilan
itulah maka perdamaian abadi yang hendak diwujudkan dalam masyarakat memiliki
landasan untuk ditegakkan.
Aspek kelima, adalah otonomi kelompok sangat dihormati dan dijaga. Biarpun hanya
muslim yang taat adalah yang terbaik dan yang benar di hadapan Allah tetapi
anggota kelompok atau kelompok lain diluar muslim diseyogyakan, tidak saling
mencampuri atau turut memberi penilaian demikian pula sebaliknya.
Aspek
keenam, adalah tegaknya prinsip kedaulatan hukum
yang ditegakan atas landasan keadilan dan kasihsayang. Segala perbedaan
pendapat hendaknya bias diselesaikan secara adil sesuai dengan rujukan Allah
dan Muhammad, Al-Quran dan Sunnah.
Aspek ketujuh, adalah kerjasama dan kordinasi antara umat islam dan nonislam dibenarkan, bahkan dianjurkan dalam menghadapi tantangan bersama dan untuk mewujudkan kepentingan dan kebaikan kedua belah pihak.
Aspek kedelapan, adalah egaliterianisme dalam cara pandangan hukum dan etika kemasyarakatan dengan cara pandang hukum dan etika kemasyarakatan dimasyarakat dengan peradapan baru itu.Antara pemimpin dan pengikut tidak dibedakan dalam perlakuan dan pengakuan atas hak dan kewajiban individual atau kelompoknya.
Aspek kesembilan, adalah adanya saling mendukung dan menjaga agar kesepakatan-sepakatan sosial maupun hukum yang telah dibuat antara kelompok-kelompok masyarakat yang majemuk itu dapat ditegakan dan dilaksanakan.
Aspek kesepuluh, adalah penegasan bahwa dalam masyarakat utama yang baru itu (masyarakat madinah), penyelesaian segala macam sengketa hendaknya ditempuh dengan cara-cara damai lewat musyawarah.
Aspek kesebelas, adalah penghargaan pada perlindungan atas mutu lingkungan hidup dan keaslian budaya serta sosisal fabrics yang ada di wilayah asli madinah.
Aspek ketujuh, adalah kerjasama dan kordinasi antara umat islam dan nonislam dibenarkan, bahkan dianjurkan dalam menghadapi tantangan bersama dan untuk mewujudkan kepentingan dan kebaikan kedua belah pihak.
Aspek kedelapan, adalah egaliterianisme dalam cara pandangan hukum dan etika kemasyarakatan dengan cara pandang hukum dan etika kemasyarakatan dimasyarakat dengan peradapan baru itu.Antara pemimpin dan pengikut tidak dibedakan dalam perlakuan dan pengakuan atas hak dan kewajiban individual atau kelompoknya.
Aspek kesembilan, adalah adanya saling mendukung dan menjaga agar kesepakatan-sepakatan sosial maupun hukum yang telah dibuat antara kelompok-kelompok masyarakat yang majemuk itu dapat ditegakan dan dilaksanakan.
Aspek kesepuluh, adalah penegasan bahwa dalam masyarakat utama yang baru itu (masyarakat madinah), penyelesaian segala macam sengketa hendaknya ditempuh dengan cara-cara damai lewat musyawarah.
Aspek kesebelas, adalah penghargaan pada perlindungan atas mutu lingkungan hidup dan keaslian budaya serta sosisal fabrics yang ada di wilayah asli madinah.
MASYARAKAT MADINAH
SEJARAH
Setelah tiba dan diterima
penduduk Yatsrib (Madinah), nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu.
Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai.Berbeda dengan periode Mekkah, pada
periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik.Ajaran Islam yang berkenaan
dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah.Nabi Muhammad mempunyai
kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan yaitu spiritual dan
kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala
Negara.[1]
Dalam rangka memperkokoh
masyarakat dan Negara baru itu, Ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat.
Dasar pertama, pembangunan masjid,
selain untuk tempat salat juga sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin
dan mempertalikan jiwa mereka selain sebagai tempat bermusyawarah merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi.Masjid pada masa nabi bahkan juga berfungsi
sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua, adalah ukhuwah
islamiyah, persaudaraan sesama Muslim.Nabi mempersaudarakan antara golongan
Muhajirin, orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah dan Anshar (penduduk
Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut.Dengan
demikian, diharapkan setiap Muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan
kekeluargaan.Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti menciptakan suatu bentuk
persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan
persaudaraan berdasarkan darah.
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam juga terdapat
golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek
moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad
mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.Sebuah piagam yang menjamin
kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan.Setiap
golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan
keagamaan.Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat
berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.[2]Dalam
perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan
karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak
diberikan kepada beliau.Dalam bidang social, dia juga meletakkan dasar
persamaan antar sesame manusia.Perjanjian ini dalam pandangan ketatanegaraan
sekarang, sering disebut dengan Konstitusi
Madinah.
Dengan terbentuknya Negara
Madinah, Islam makin brertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat
orang-orang Makkah
dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong
orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan
ganguan-gangguan dari musuh, nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat
dan membentuk pasukan tentara.
Umat Islam
diizinkan berperang dengan 2 alasan : (1) untuk mempertahankan diri dan
melindungi hak miliknya dan (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran
kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya.[3]
Dalam sejarah Negara Madinah ini memang banyak terjadi peperangan sebagai upaya
kaum Muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri di awal
pemerintahannya mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai aksi siaga
melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi
dan mempertahankan Negara yang baru dibentuk. Perjanjian damai dengan berbagai
kabilah di sekitar Madinah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan
Madinah.
Perang pertama yang sangat
menentukan masa depan Negara Islam ini adalah Perang Badar (Perang antara kaum
Muslimin dengan musyrik Quraisy. Pada tanggal 8 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah,
nabi bersama 305 orang Muslim bergerak keluar kota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar