KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Karakteristik Masyarakat Madani di Madinah. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW serta
pada pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan
ini kami pergunakan untuk mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini khususnya kepada Bapak Agus Masrukhin
selaku dosen dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Dan kami
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Karena itu
saran dan kritik dari para pembaca sangat kami harapkan dan akan diterima
dengan hati terbuka.
Akhirnya kepada-Nya
jualah kami mohon taufik dan hidayah-Nya, semoga makalah ini bermanfaat. Amin .…
Jakarta, April 2012
Kelompok 8
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Madinah adalah
kota yang sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW bernama Yatsrib dan terdiri dari
dua suku bangsa yaitu suku arab dan suku yahudi, bangsa arab yang tinggal di
Yatsrib terdiri dari penduduk setempat dan pendatang dari arab selatan yang
pindah ke Yatsrib karena pecahnya bendungan Ma’arib. Arab pendatang inilah yang
terkemuka di kalangan arab Yatsrib dan dikenal dengan suku Aus dan suku
Khazraj. Karena tidak adanya seorang pemimpin di arab semua penduduk hanya
memikirkan kepentingan suku masing-masing, mereka saling bersaing dan berperang
untuk menanamkan pengaruh di masyarakat, dan diantara kedua suku ini terjadi
peperangan yang berulang kali, puncak permusuhan antara keduanya ditandai
dengan pertempuran Bu’ats tahun 617 M, lima tahun sebelum hijrahnya Nabi
Muhammad SAW.
Dalam
perjalanan ke Yatsrib Nabi ditemani oleh Abu Bakar, ketika tiba di Quba, sebuah
desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, Nabi istirahat beberapa
hari lamanya dan beliau membangun sebuah masjid, inilah masjid pertama dibangun
Nabi sebagai pusat peribadatan, tak lama kemudian Ali menggabungkan diri kepada
Nabi setelah urusan di Makkah selesai. Sementara itu penduduk Yatsrib sangat
menunggu-nunggu kedatangan Nabi, akhirnya waktu yang mereka tunggu itu tiba,
Nabi dan rombongannya datang dan penduduk Yatsrib mengelu-elukan kedatangan
beliau dengan penuh kegembiraan. Sejak hijrahnya Nabi itu, sebagai penghormatan
terhadap Nabi, nama Yatsrib itu diganti menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi) atau
disebut juga Madinatul Munawwarah (kota yang bercahaya) karena dari sanalah
sinar islam memancar keseluruh dunia.
B. Rumusan
Masalah
Dalam rumusan
masalah ini akan dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
- Bagaimana karakteristik masyarakat madani di Madinah
- Bagaimana sejarah tentang Madinah serta nama Madinah sebelum dan sesudah hijrahnya Nabi Muhammad SAW?
- Bagaimana sejarah pembentukan negara Madinah?
- Langkah-langkah apa yang digunakan Nabi di Madinah?
- Apa saja isi pokok-pokok pikiran piagam (konstitusi) Madinah?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
- Tujuannya agar dapat mengetahui karakteristik masyarakat Madani di Madinah
- Tujuannya agar dapat mengetahui sejarah Madinah serta nama-namanya
- Tujuannya agar dapat mengetahui sejarah pembentukan negara Madinah
- Tujuannya agar dapat mengetahui langkah-langkah dalam pembentukan negara Madinah
- Tujuannya agar dapat mengetahui pokok-pokok pikiran yang ada dalam piagam Madinah
ISI
I.
Definisi Masyarakat
1.1
Masyarakat secara umum
1.2
Masyarakat dalam Islam
II.
Konsep
Masyarakat Madani
2.1
Masyarakat Madani secara umum
2.2
Masyarakat
Madani dalam Islam
A.
PENGERTIAN
Masyarakat
madani adalah masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT atau
dalam Al-Quran disebut Thayyibatun Warabbun Ghafur.
Bentuknya sebagaimana
dinyatakan Allah SWT dalam surat Al-Imran 104 :

”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Dalam
muqaddimah Muhammadiyah dinyatakan bahwa masyarakat utama adalah masyarakat
yang bahagia dan sentosa sebagaimana yang tersebut di atas itu. Tiap-tiap orang
terutama umat Islam yang percaya kepada Allah dan Hari Kemudian wajiblah
mengikuti jejak sekalian nabi yang suci
itu. Beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala
kekuatan dan menggunakannya untuk
menjelmakan masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang murni, tulus dan
ikhlas karena Allah semata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya serta mempunyai tanggung
jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya.
Di dalam
masyarakat utama setiap anggota masyarakat menunaikan kewajiban mengamalkan
peerintah-perintah ALLAH dan mengikuti sunnah rasul-Nya Nabi Muhammad SAW guna mendapatkan karunia
dan ridho-Nya di dunia dan akhirat. Dan untuk mencapai masyarakat yang sentosa
dan bahagia disertai nikmat dan rahmat ALLAH yang melimpah sehingga merupakan
Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur.
Dalam
masyarakat madani senantiasa berkembang situasi kebersamaan atau togetherness
situation dimana pergaulan banyak orang akan mampu merubah perilaku individu,
apakah dari buruk kepada baik atau sebaliknya. Oleh sebab itulah maka da’wah
atau pembinaan individu dan masyarakat
harus dilakukan secara simultan. Apabila Ernest Renan mengatakan bahwa suatu
bangsa itu sesungguhnya merupakan satu jiwa dengan satu prinsip rohaniah, maka
suatu masyarakat pun demikian juga.
I.
Konsep Masyarakat Madani
Allah
menciptakan alam semesta dan segala rangkaian kejadian di dalamnya bukan tanpa
maksud tertentu tetapi semua itu sudah diciptakan dengan Qodrat dan IdoratNya
serta hikmah yang tinggi.Allah pun menciptakan manusia dengan tujuan yang jelas
yaitu untuk hidup di dunia sementara waktu guna mengabdi kepada Allah.Berbuat
kebaikan terhadap sesamanya, melestarikan dan memakmurkan bumi yang dihuni,
kemudian meneruskan perjalanan hidupnya ke akhirat untuk dinilai dan dibalas
perbuatannya selama hidup di dunia.Dan untuk menjalankan hidup semacam itu
manusia memerlukan petunjuk.Petunjuknya adalah agama / amanah Allah. Seperti
yang difirmankan dalam surat Al-Ahzaab ayat 72 :

“Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia.Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat
bodoh.”
Amanah
artinya kepercayaan.Allah memberi kepercayaan manusia untuk memakmurkan bumi
dan kesejahteraan serta menegakkan kebesaran dan keutamaan agar seluruh manusia
dapat hidup dengan aman dan berbakti kepada Allah. Agar manusia dapat
menjalankan amanah itu sebaik-baiknya maka Allah memberikan petunjuk yaitu
agama yang merupakan amanah
II.
Ciri Masyarakat Madani
Salah satu ciri rukun Iman dalam Islam meneguhkan
kesaksian bahwa Rasulullah adalah utusan Allah.Beliau meninggalkan warisan sejarah
kepemimpinan yang biarpun relative pendek tetapi telah dengan bijaksana
berhasil merumuskan kaidah-kaidah dasar bagi terwujudnya masyarakat utama.Pada
tahun-tahun pertama kurun Madinah dari masa kerasulannya, dengan memperhatikan
keragaman masyarakat yang dihadapi di pemukiman baru itu, Beliau meletakkan
dasar-dasar peradaban Islam.Prinsip-prinsip dasar bagi bangunan sebuah
masyarakat utama itu dituangkan dalam sebuah piagam yang oleh ahli sejaarah
politik Islam disebut Piagam Madinah.Walaupun dokumen itu ditulis lebih dari 13
abad yang lalu tetapi hikmah yang terkandung di dalamnya masih relevan hingga
sekarang.Khususnya saat kita hendak merumuskan patokan dasar pembentukan
masyarakat utama di Indonesia yang menjamin kesatuan bangsa dan tidak bertentangan
dengan akidah Islam.
Aspek
pertama,
yang digaris bawahi oleh Rasulullah dalam Piagam Madinah itu ialah pentingnya
persatuan umat Islam dalam kehidupan berdampingan dengan kelompok masyarakat
lain. Kaum muslimin adalah masyarakat yang bersatu utuh, mereka hidup
berdampingan dengan kelompok-kelompok masyarakat lain. Antara kaum Muhajirin yang berasal dari warga
Quraisy dan Ansor yang merupakan kelompok pengikut Nabi dari warga asli
Yastrib, ditegaskan doktrin persatuannya. Mereka mengesampingkan kepentingan
kelompoknya tatkala harus menegakkan peradaban hidup berdampingan secara damai
dengan kelompok lain dalam masyarakat plural Madinah saat itu. Komunitas Islam
harus diperlakukan sebagai satu kesatuan dan tidak dilihat dalam suku,
keturunan, asal, dan pengelompokan lainnya.
Aspek Kedua,
adalah
pentingnya gotong royong dan amanah secara internal diantara sesama anggota
kelompok dalam kehidupan kemasyarakatan. Amalan gotong royong dan amanah ini
hendaknya didasarkan dan berpegang teguh pada akidah.Apabila dalam masyarakat
umat Islam menghadapi kewajiban dalam rangka kehidupan bersama maka kewajiban
itu pertama-tama hendaknya menjadi beban bersama diantara sesame umat Islam.
Aspek
ketiga, adalah
partisipasi dan solidaritas diantara tiap-tiap anggota masyarakat lepas
darimana ia berasal, suku, agama dimana ia mengidentifikasikan dirinya. Mereka
bahu membahu dalam menegakkan bangunan peradaban baru di Madinah, yaitu
bangunan masyarakat utama yang hendak dijaga bersama itu.
Aspek
keempat,
adalah persamaan hak dan kewajiban serta perlindungan hukum bagi anggota
masyarakat utama. “Seorang muslim dalam pergaulannya dengan pihak lain adalah
pelindung bagi muslim lain”. Aspek ini berkaitan erat dengan pentingnya
penciptaan perdamaian yang ditegakkan berlandaskan asas persamaan dan keadilan
itulah maka perdamaian abadi yang hendak diwujudkan dalam masyarakat memiliki
landasan untuk ditegakkan.
Aspek kelima, adalah otonomi kelompok
sangat dihormati dan dijaga. Biarpun hanya muslim yang taat adalah yang terbaik
dan yang benar di hadapan Allah tetapi anggota kelompok atau kelompok lain
diluar muslim diseyogyakan, tidak saling mencampuri atau turut memberi
penilaian demikian pula sebaliknya.
Aspek keenam, adalah tegaknya prinsip kedaulatan hukum yang
ditegakan atas landasan keadilan dan kasihsayang. Segala perbedaan pendapat
hendaknya bias diselesaikan secara adil sesuai dengan rujukan Allah dan
Muhammad, Al-Quran dan Sunnah.
Aspek ketujuh, adalah kerjasama dan kordinasi antara umat islam dan non Islam dibenarkan, bahkan dianjurkan dalam menghadapi tantangan bersama dan untuk mewujudkan kepentingan dan kebaikan kedua belah pihak.
Aspek kedelapan, adalah egaliterianisme dalam cara pandangan hukum dan etika kemasyarakatan dengan cara pandang hukum dan etika kemasyarakatan dimasyarakat dengan peradapan baru itu.Antara pemimpin dan pengikut tidak dibedakan dalam perlakuan dan pengakuan atas hak dan kewajiban individual atau kelompoknya.
Aspek kesembilan, adalah adanya saling mendukung dan menjaga agar kesepakatan-sepakatan sosial maupun hukum yang telah dibuat antara kelompok-kelompok masyarakat yang majemuk itu dapat ditegakan dan dilaksanakan.
Aspek kesepuluh, adalah penegasan bahwa dalam masyarakat utama yang baru itu (masyarakat madinah), penyelesaian segala macam sengketa hendaknya ditempuh dengan cara-cara damai lewat musyawarah.
Aspek kesebelas, adalah penghargaan pada perlindungan atas mutu lingkungan hidup dan keaslian budaya serta sosisal fabrics yang ada di wilayah asli madinah.
Aspek ketujuh, adalah kerjasama dan kordinasi antara umat islam dan non Islam dibenarkan, bahkan dianjurkan dalam menghadapi tantangan bersama dan untuk mewujudkan kepentingan dan kebaikan kedua belah pihak.
Aspek kedelapan, adalah egaliterianisme dalam cara pandangan hukum dan etika kemasyarakatan dengan cara pandang hukum dan etika kemasyarakatan dimasyarakat dengan peradapan baru itu.Antara pemimpin dan pengikut tidak dibedakan dalam perlakuan dan pengakuan atas hak dan kewajiban individual atau kelompoknya.
Aspek kesembilan, adalah adanya saling mendukung dan menjaga agar kesepakatan-sepakatan sosial maupun hukum yang telah dibuat antara kelompok-kelompok masyarakat yang majemuk itu dapat ditegakan dan dilaksanakan.
Aspek kesepuluh, adalah penegasan bahwa dalam masyarakat utama yang baru itu (masyarakat madinah), penyelesaian segala macam sengketa hendaknya ditempuh dengan cara-cara damai lewat musyawarah.
Aspek kesebelas, adalah penghargaan pada perlindungan atas mutu lingkungan hidup dan keaslian budaya serta sosisal fabrics yang ada di wilayah asli madinah.
III.
Peran
Umat Islam Dalam Membangun Masyarakat Madani
Dalam sejarah
Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada
masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan
seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan
bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul.
Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu
Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
3.1 Kualitas SDM Umat Islam
Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110
Artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dari ayat
tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang
terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek
kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnyadibanding umat non
Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu
sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
3.2 Posisi Umat Islam
SDM umat Islam
saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam
percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di
Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya
masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum
positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan
ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam
belum mencerminkan akhlak Islam.
IV.
Masyarakat
Madinah
4.1
Sejarah
Madinah Sebelum Kedatangan Islam
Sebelum Islam datang, kota Madinah bernama kota Yatsrib. Yastrib adalah nama kuno dari madinah al Munawwarah. Wilayah yang merupakan oasis (sumber ketenangan), mempunyai tanah yang subur dan air yang berlimpah serta dikelilingi dari setiap penjuru oleh batu-batu volkanis hitam. Penduduknya terdiri dari dua golongan, yaitu:
1. Golongan bangsa Yahudi yang terdiri dari :
Sebelum Islam datang, kota Madinah bernama kota Yatsrib. Yastrib adalah nama kuno dari madinah al Munawwarah. Wilayah yang merupakan oasis (sumber ketenangan), mempunyai tanah yang subur dan air yang berlimpah serta dikelilingi dari setiap penjuru oleh batu-batu volkanis hitam. Penduduknya terdiri dari dua golongan, yaitu:
1. Golongan bangsa Yahudi yang terdiri dari :
a.
Suku-suku bangsa yahudi kelompok besar yang sering bertikai dan
berperang:
i. Bani Qaiyuqa
ii. Bani Qurayzah
iii. Bani Nadir
i. Bani Qaiyuqa
ii. Bani Qurayzah
iii. Bani Nadir
b.
Suku-suku bangsa yahudi kelompok kecil :
i.
Bani Akrimah
ii.
Bani muhammar
iii. Bani za’ura
iv. Bani al satibah
v.
Bani jasham
vi. Bani muawiyah
vii. Bani murid
viii. Bani alqasis
2. Golongan bangsa Arab yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj.
Kota Yatsrib termasuk daerah subur dan pusat pertanian serta merupakan jalur perdagangan ramai yang menghubungkan antara Yaman di selatan dan Syiria di Utara. Penduduknya terdiri dari dua suku, yaitu ;
a.
Suku Aws
b.
Suku Khazraj
Suku
Aws dan Suku Khazraj tinggal diwilayah-wilayah
gurun yathrib. Suku Aws dan Suku Khazraj mempunyai hubungan dengan suku
azd yaman yang pindah dari yaman ke utara dalam periode yang berbeda, yang
paling awal kemungkinan 207 M. Ketika Khuza;ahberpindah ke makkah [2]
4.2
Karakteristik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar